Opini  

Elastisitas, Antisipasi dan Nyala Lilin

Elastisitas, Antisipasi Nyala Lilin
Elastisitas, Antisipasi Nyala Lilin

Presiden Joko Widodo tetap bersikukuh untuk tidak menetapkan kebijakan lockdown dalam menghadapi pandemi virus SARS CoV-2. Pilihan itu ditegaskan sekali lagi dalam rapat terbatas dengan 34 gubernur se-Indonesia. Sebagian mendukung terutama karena pertimbangan stabilitas ekonomi, namun tidak sedikit pula yang geregetan lantaran pengidap positif virus itu kian hari belum menampakkan penyusutan.

Mencermati beberapa negara yang telah berhasil menjinakkan virus tersebut, pemerintah terkesan lebih mendekat pada mode kebijakan yang diambil Korea Selatan (Korsel) maupun Taiwan, daripada Republik Rakyat China (RRC) ataupun Singapura. Artinya, alih-alih palu godam, kebijakan lebih longgar, yakni physical distancing menjadi pilihan. Walaupun kepada media, alasan yang mengemuka lebih pada faktor karakteristik budaya masyarakat kita, namun konstelasi global dan pertimbangan ekonomi-politik dalam negeri tetap tak bisa dinafikan.

Ketidakmenentuan Krisis

Pertanyaan umum yang kerap mengemuka dalam situasi krisis adalah apa yang akan terjadi setelah ini? Apakah situasi akan lebih baik ataukah makin memburuk? Pertanyaan itu lantas diikuti oleh sederet analisis dengan melibatkan berbagai pendekatan maupun metode dan strategi. Tidak jarang, ketika menempuh beberapa hal itu lantas dijumpai beberapa alternatif kemungkinan sehingga opsi strategi yang akan diambil pun diurutkan dari yang paling mungkin hingga yang sesedikit mungkin.

Termasuk kebijakan pemerintah untuk tidak mengambil opsi lockdown. Bahwa lockdown merupakan salah satu pilihan yang, dalam hal ini, bukan prioritas. Terlebih karena tren negara-negara yang mengambil ataupun yang tidak mengambil kebijakan ini. Sebagian negara-negara di Eropa baru menerapkan lockdown ketika kasus Covid-19 makin tak terkendali dan berjumlah ribuan. Sebagian ahli menyayangkan keterlambatan kebijakan lockdown tersebut.

Mengapa lockdown cenderung bukan prioritas sedari awal? Artikel Yuval Noah Harari di Majalan Time, 15 Maret 2020 berjudul In the Battle Against Coronavirus, Humanity and Lacks Leadership, menarik untuk dicermati. Salah satu poin analisisnya menggambarkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir dunia mengalami krisis tidak hanya karena virus Corona, melainkan krisis kepercayaan diantara manusia. Krisis ini juga melanda negara-negara dimana pemimpin dunia yang dulunya dipegang oleh Amerika Serikat (AS), kini mengalami kemerosotan lantaran motto yang diagungkan adalah “Aku duluan” (Me first). Egosentrisme AS telah mengikis kepercayaan negara-negara yang terbangun selama ini. Akibatnya, xenophobia, isolasionisme dan ketidakpercayaan kini menjadi ciri sebagian besar sistem politik internasional.

Di tanah air, dilema yang dihadapi oleh pemerintah setidaknya meliputi pertimbangan dalam negeri dan luar negeri. Di dalam negeri, kebijakan lockdown potensial mematikan secara drastis ekonomi skala mikro yang di satu sisi dapat memicu potensi gelombang pergolakan sosial dan di sisi lain kurang populis secara politik. Jangan dilupakan bahwa jumlah usaha mikro kecil menengah (UMKM) sangat besar. Data BPS menunjukkan bahwa 2018 jumlah orang yang memiliki usaha mikro kecil menengah adalah 116,97 juta jiwa. Sementara pertimbangan luar negeri mengarah pada analisis Yuval di atas, yakni kecilnya kemungkinan solidaritas dari negara-negara lain apabila lockdown diambil dan ekonomi secara drastis anjlok. Apalagi dalam situasi seperti sekarang dimana sebagian besar negara sedang berkonsentrasi menahan laju penularan virus Corona di dalam negara masing-masing.

Kepercayaan dan Harapan

Memang, ketika kebijakan lockdown tidak diambil, risikonya adalah makin cepatnya pertambahan jumlah kasus Covid-19. Sebagian mengkritik pemerintah karena dianggap lebih mendahulukan alasan ekonomi ketimbang kemanusiaan. Pun, ekonomi juga tetap menurun. Namun tentu penting bagi kita untuk tetap menaruh kepercayaan kepada pemerintah setidaknya berkaca pada pengalaman Korsel dan Taiwan yang tidak sampai memberlakukan lockdown namun berhasil menjinakkan pandemi tersebut.

Lebih lanjut, bahwa kesadaran untuk bergotong-royong menanggulangi pandemi ini merupakan wujud nyata kepercayaan kita kepada pemerintah sekaligus bentuk tanggung-jawab sosial kita kepada masyarakat. Pemerintah pun telah menunjukkan upaya-upaya nyata, baik secara medis maupun afirmatif ekonomi dengan diambilnya opsi kebijakan physical distancing. Misalnya, pengalih-fungsian gedung-gedung publik untuk antisipasi melonjaknya pasien Covid-19, pengerahan aparat kepolisian dan Satpol PP untuk membubarkan kerumunan-kerumunan di warung, kedai maupun kafe, sosialisasi tiada henti perihal kebiasaan hidup higienis, dan lain sebagainya. Sementara secara ekonomi, perombakan APBN dilakukan dan beberapa paket kebijakan ekonomi yang memihak jelata ditempuh.

Impresi kepemimpinan bergaya elastis dan sinergis makin nampak tidak hanya dari pemerintah pusat melainkan pula dari pemerintah daerah, walau sempat pada awalnya terkesan jalan sendiri-sendiri dan overlapping. Bahwa antara pertimbangan ekonomi dan kemanusiaan tidak harus dihadap-hadapkan. Keduanya bisa berjalan beriringan manakala tidak hanya pemerintah yang menjalankan, melainkan pula partisipasi segenap rakyat untuk turut serta mengikhtiarkan. Korsel dan Taiwan sukses melalui badai pandemi karena kultur masyarakatnya percaya kepada pemerintah, disiplin tinggi dan transparan dalam memberikan informasi melalui perangkat digital. Baik pemerintah dan rakyat saling percaya dan bahu-membahu.

Terakhir, bahwa krisis tentu membuka ruang kemungkinan terburuk. Ini bukan berpikir pesimis atau paranoid melainkan skenario antisipasi tetap diperlukan untuk mengantisipasi ketidakmenentuan masa depan. Kita berharap pemerintah telah/sedang mendesain itu secara matang sehingga tidak sampai terjadi kekacauan sosial dan ekonomi manakala kebijakan pemerintah sekarang ini ternyata di kemudian hari kurang sesuai dengan ekspektasi/target yang ditentukan. Walhasil, rawe-rawe rantas malang-malang putung! Mari kita berantas virus Corona! Mari kita rawat nyala lilin! Mari kita optimis menatap masa depan!***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *