Opini  

Menyoal Hilangnya Mata Pelajaran Sejarah

Menyoal Hilangnya Mata Pelajaran Sejarah

Beberapa minggu ini ramai pembicaraan dan kegelisahan di kalangan akademisi sejarah, guru sejarah dan sejarawan tentang terancam hilangnya mata pelajaran (mapel) sejarah di sekolah. Kegelisahan itu bukanlah isapan jempol karena dalam draf sosialisasi penyederhanaan kurikulum dan asesmen nasional dari kemendikbud, tertanggal 25 Agustus 2020, terdapat klausul bahwa mapel sejarah akan dihilangkan pada jenjang SMK dan menjadi mata pelajaran tidak wajib atau pilihan di jenjang SMA.

Menanggapi hal tersebut, pusat kurikulum dan perbukuan badan penelitian dan pengembangan kemendikbud membuat klarifikasi bahwa penyederhanaan kurikulum masih dalam pembahasan dan belum final. Landasan yang digunakan oleh kemendikbud untuk tidak mewajibkan mapel sejarah dalam penyederhanaan kurikulum adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tidak mencantumkan sejarah sebagai mata pelajaran wajib.

Pandemi Covid-19 menuntut diberlakukannya kurikulum darurat yang adaptif. Kemendikbud pun berjanji terbuka jika ada masukan dan juga usulan dari kalangan akademisi dan para guru.

Belajar dari Sekolah SPK

Selain sekolah negeri dan swasta yang memiliki kurikulum nasional, di Indonesia terdapat sekolah internasional yang kemudian menjadi sekolah Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) berdasarkan Permendikbud No.31/2014. Sekolah SPK ini memiliki kurikulum sendiri dan dengan dikeluarkannya peraturan tersebut membuat sekolah SPK wajib mengajarkan mapel agama, bahasa Indonesia dan kewarganegaraan.

Sepertinya, tidak ada masalah dengan ketentuan kewajiban mengajarkan ketiga mapel tersebut. Akan tetapi, dalam penerapannya di lapangan memiliki dampak yang berbeda-beda. Beberapa sekolah SPK justru menafsirkan bahwa mereka bisa meniadakan mapel sejarah karena statusnya tidak wajib. Maka, hilanglah mapel sejarah di beberapa sekolah SPK seperti mapel sosiologi atau geografi dan hal itupun tidak bisa dipermasalahkan.

Dampak panjang ke depan dengan tidak diwajibkannya mapel sejarah di SMA dan hanya menjadi mapel pilihan, atau bahkan dihilangkan di SMK, maka nasib mapel sejarah bisa setali tiga uang seperi yang terjadi di sekolah SPK. Sementara itu, kebijakan ini juga mengakibatkan guru akan kekurangan jam mengajar apabila sekolah berkurikulum nasional meniadakan serta menjadikan mapel sejarah tidak wajib diajarkan.

Sejarah dan Pendidikan

Sejak zaman klasik, sejarah merupakan ilmu yang banyak dikaji oleh manusia dalam setiap peradaban. S.K. Kochar dalam buku Pembelajaran Sejarah, menyatakan bahwa sejarah merupakan bagian penting dalam perjalanan suatu bangsa. Oleh sebab itu, sejarah sebagai ilmu pengetahuan sangat diperlukan untuk pendidikan manusia seutuhnya.

Indonesia memiliki sejarah panjang sebagai sebuah bangsa dan negara yang dinamis, mulai dari era klasik, kerajaan yang bercorak hindu dan budha, era kerajaan bercorak islam, VOC, kolonialisme Belanda, pergerakan nasional, penjajahan Jepang, kemerdekaan dan kontemporer (kekinian). Bahkan, kita semua sebagai anak bangsa harus bersyukur diberi warisan oleh para pendiri bangsa ini sebuah bangsa dan negara yang bernama Indonesia.

Soekarno sebagai salah satu pendiri bangsa Indonesia, jauh-jauh hari telah mengigatkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya dalam pidato peringatan hari pahlawan tahun 1961. Jadi, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (jas merah).

Indonesia pernah memiliki pengalaman sejarah integrasi Timor Timur tahun 1976 dan kemudian pisah lagi menjadi Timor Leste setelah referendum tahun 1999. Saat integrasi dan merdeka, kurikulum di Timor Leste yang diubah pertama kali bukanlah matematika, ilmu alam atau bahkan ilmu agamanya. Sejarah merupakan mapel yang harus diubah terlebih dahulu dalam kurikulum.

Jelas Timor Leste tidak lagi mewajibkan mempelajari sejarah pergerakan nasional Indonesia, tidak lagi mepelajari para pahlawan dan pendiri Indonesia lagi selayaknya saat bergabung dengan Indonesia. Mereka akan menciptakan kurikulum sejarah baru dan pahlawan baru bagi bangsanya untuk menguatkan kebangsaan Timor Leste.

Di sinilah letak sejarah dan pendidikan menjadi hal penting bagaikan mata uang. Pendidikan sejarah di sekolah menjadi dasar untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan upaya terus menerus untuk mencintai sebuah bangsa dan negara. Bahkan, pendidikan sejarah di sekolah merupakan bagian utama dalam pendidikan karakter.

Sejarah adalah referensi bagi kehidupan, panduan dalam menentukan arah bangsa Indonesia ke depan. Hal ini sejalan dengan E.H. Carr yang menyatakan bahwa sejarah merupakan dialog tanpa akhir antar masa sekarang dan masa lampau.

Kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi menjadikan ilmu-ilmu semakin praktis. Sejarah sebagai kajian yang selalu dianggap tidak memiliki kegunaan praktis seperti penemuan teknologi terapan seperti halnya gadget pintar serta aplikasi-aplikasi daring yang langsung bisa dilihat atau dirasakan secara nyata di era post truth ini.

Jangan sampai anak bangsa Indonesia di era post truth ini terus termakan info-info sejarah tidak bermutu seperti halnya banyak orang yang mempercayai bahwa Borobudur dibangun oleh Sulaiman dengan bantuan jin, atau jangan sampai menganggap Indonesia adalah bangsa yang inferior sehingga harus menjadi kepanjangan tangan Turki Usmani di Jawa supaya bermartabat.

Mapel sejarah di sekolah merupakan pondasi membangun pendidikan karakter dan juga mental (ke)percaya(an) diri anak bangsa. Indonesia adalah negara besar yang bermartabat dalam  perjalanan panjang sejarahnya. Berkat sejarah kita semua dapat mempelajarinya.

*Dosen Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *