Cerita Anak yang Tinggal di Kandang Ayam

Tinggal di kandang ayam

Magetan, Warajatim.com– Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Hal itu dialami oleh Indriana Setya Rahayu (16) anak dari Surati (48). Selain harus tinggal di kandang ayam, Indriana juga harus banting tulang saat pandemi corona ini untuk tetap sekolah. Karena pembelajaran yang dilakukan secara online, membuat dirinya harus mempunyai gawai yang mumpuni

Di kandang ayam yang menjadi tempat tinggalnya, pelajar kelas 1 SMKN 1 Magetan terlihat serius memperhatikan gawai miliknya untuk menyalin soal soal diunduh melalui jaringan internet. Pengapnya terpal yang menurungnya tak mengusik keseriusannya menyelesaiakn pekerjaan sekolahnya.

Pelajar jurusan Bisnis Jaringan Dan Pemasaran SMKN 1 Magetan ini memang tinggal di kamar yang terbuat dari dinding terpal. “Terpal yang diatas ini untuk menahan debu atau air hujan biar ndak kena kasur,”ujarnya Jumat (7/8/2020).

Kondisi bekas kandang tersebut sebenarnya tidak layak untuk ditinggali karena sebagain dinding berlubang dan sebagiandinding hanya ditutup anyaman bambu. “ Kalau hujan ya bocor, kalau malam anginnya ya kenceng,” imbuh Indriana.

Indriana mengaku kemiskinan membuat dia bersama ibunya terpaksa tinggal di bekas kandang ayam seteah orang tuanya bercerai. Meski demikian, dia mengaku tetap bersemangat tetap belajar untuk bisa membantu perekonomian bunya.

“Cita citanya mau bisnis agar bisa membelikan rumah ibu,” ucapnya.

Kemiskinan membuat Indriana harus berjuang keras mewujudkan cita citanya. Agar bisa masuk sekolah, dia mengaku terpaksa banting tulang bekerja membantu ngasak (mencari sisa sisa padi di sawah warga yang usai dipanen) untukmembayar biaya seragam sekolah.

Tinggal di kandang ayam

“Untuk bayar seragam yang mencapai Rp 1.700.000 saya ngasak sama ibu selama 2 bulan,” katanya.

Sistem pembelajaran disekolahnya saat ini dilaksanakan secara daring karen apandemi covid 19 juga membuat Indiriana merelakan tabungan perhiasan miliknya dan ibunya agar bisa membeli hp baru.

Hp lama yang dimilikinya tak lagi mampu menunjang kegiatan belajarnya yang harus mendownload materi pengajaran. “ Kemarin jual perhiasan satu satunya milik saya dan ibu saya agar dapat HP karena HP lama sudah tidak bisa dipakai download,” ujarnya.

Untuk kebutuhan paket data yang digunakan untuk pembelajaran yang mencapai Rp 100.000 Indriana terpaksa membantu ibunya menganyam bambu yang dijadikan kerajinan besek. Murahnya harga besek berbuah membuat Indriana menganyam sampai malam. “ Satu ikat itu haganya Rp 60.000. jadi ya harus sampai malam kadang bantu nganyam biar bisa beli data ,” ujarnya sambil menangis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *