Madiun  

Bermodal Yakin, Seorang Polisi Madiun Hidupi Puluhan Anak Asuh

Ruang Tidur Anak Asuh
Ruang Tidur Anak Asuh

Madiun, warajatim.com– Hanya dengan modal percaya pasti ada rejeki dari Tuhan, Ipda. Rochmat Tri Marwoto merawat anak asuh dengan berbagai latar belakang. Hal itu dilakukan oleh pria kelahiran 42 silam sejak 2007.

Di rumahnya di Desa Klegen Serut, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Rochmat mengasuh puluhan anak asuh. Bangunan rumah Ipda. Rochmat cukup besar.

Di depan ada semacam perpusatakaan, lalu di tengah ada rumah induk, sebelah timur ada asrama untuk anak asuhnya, mushola sementara sebelah barat ada toko kelontongan.

“Ya dari sini cuma hanya rumah induk saya mengasuh. Dari tahun 2007 silam. Bangunan yang sekarang jauh lebih baik daripada 13 tahun silam, Modalnya ada rejeki dari Tuhan,” katanya saat ditemui warajatim.com, Sabtu (13/6/2020).

Lantas, Ipda Rochmat mengatakan, 13 tahun silam mengasuh anak dengan latar belakang miskin yang hanya tinggal bersama neneknya. Sedangkan orang tua kandung si anak tidak tahu rimbanya. Dia menemukan anak asuhnya itu saat berlibur bersama anak dan istrinya.

“Saya tergerak hati saya. Karena kami sekeluarga masih bisa makan 3 kali dalam sehari. Anak itu, makan sehari sekali saja sangat susah. Saya minta ijin nyonya dan diperbolehkan,” terangnya

Rupanya, dari anak asuh yang namanya Ketut, kemudian saja anak terlantar, anak yatim hingga korban broken home yang ditemukan oleh dirinya dan istrinya. “Ada yang nemu saat berkunjung di rumah teman. Ada yang juga datang ke rumah kami,” katanya.

Ipda Rochmat mengatakan, prinsipnya anak itu bagaikan kertas putih. Mereka tidak mempunyai salah apapun. Yang membentuk mereka adalah lingkungan.

Ipda. Rochmat Tri Marwoto
Ipda. Rochmat Tri Marwoto

Sehingga, jika menemukan anak jalanan selalu ditawari untuk ikut. Dia selalu memberikan masukkan kepada calon anak asuhnya, jika bisa menata hidup, kedepannya kehidupan mereka jauh lebih baik dari sekarang.

Dia menyebutkan, total dari tahun 2007 hingga 2020 sudah ada 81 anak yang diasuh. Saat ini di rumahnya tinggal 18 anak asuh saja.

“Sisanya sudah kerja. Ini yang disini tinggal 18 anak. Usianya ada yang masih 1 tahun hingga 22 tahun. Paling besar ya sudah mahasiswa,” urai pria berkulit hitam ini.

Ipda. Rochmat mengaku mengasuh puluhan anak tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi tentang materi untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang dan sekolah si anak.

Saat pertama mulai mengasuh Ipda Rochmat masih berpangkat Bripda. Jika dihitung secara kalkulasi, kata dia, untuk kehidupan sehari-hari tidak mencukupi.

“Apalagi saat mulai mengasuh anak dari Pacitan, saya punya dua dapur. Satu di Madiun, satu di Jakarta karena saya tugas di brimob Jakarta. Tapi kembali lagi, Tuhan pasti memberi rejeki,” terang suami dari Hilmiya ini.

Menurutnya, rejeki itu mengalir. Karena setelah piket di Brimob Jakarta, Ipda Rochmat memilih menjadi ojek konvensional untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

“Kalau dulu saat dua dapur, saya memilih menjadi ojek. Ya, ndak malu. Untuk memnuhi kebutuhan kok. Saya lakoni selama dua tahun sampai akhirnya pindah ke Brimob Madiun,” terangnya.

Di Madiun pun, Ipda Rochmat harus mencari tambahan. Karena anak asuhnya pada tahun 2009 juga mulai bertambah. Namun tidak menyambi sebagai tukang ojek lagi. Dia lebih memilih menyambi berjualan pulsa dan pembina pramuka di sekolah-sekolah.

“Alasannya sederhana. Di Madiun jaraknya dekat-dekat. Orang sudah punya kendaraan sendiri. Jadi ojek laku nya sangat sedikit. Akirnya saya jual pulsa, beli server pulsa,” katanya.

Menurutnya, saat itu kerja jual pulsa cukup laku keras. Apalagi di rumahnya yang jauh dari perkotaan, tidak ada yang berjualan pulsa. Ia pun mengembangkan jualan pulsanya ke orang lain.

“Ya saya seperti pusatnya. Terus banyak orang yang ikut. Downline-downline, gitu. Cukup jaya jualan pulsa saya dulu,” katanya.

Di tengah-tengah kejayaan itu, ia mengaku juga semakin banyak menemukan anak asuh. Ada yang ditemukan di sekolah saat menjadi pembina pramuka. Ada juga dari garukan Satpol PP berupa anak jalanan.

“Kebanyakan kalau yang anak-anak sekolah itu pengen melajutkan kuliah tapi keluarganya tidak mempunyai biaya. Akhirnya saya bawa,” terangnya.

Saat 2014, dirinya pun terpaksa menjual server pulsanya. Karena biaya hidup semakin melambung tinggi. Banyak anak asuh yang harus menempuh pendidikan kuliah, tentu biaya tidak sedikit. Selain itu, 2014 lalu dirinya ditawar oleh orang.

“Lakunya ratusan juta rupiah. Padahal belinya hanya ratusan ribu saja. Saya lupa angka pastinya. Saat itu penting jual saja. Posisi yang beli tinggal menjalankan saja, karena sudah ada dowliendnya,” kata bapak tiga orang anak.

Lalu, tambah dia, dari menjual server pulsa itu kemudian membeli tanah hutan di Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun. Tapi karena uangnya tidak cukup, Ipda. Rochmat yang kala itu berpangkat brigadir memberanikan diri untuk berhutang ke bank.

“Jual server pulsa dan hutang pulsa. Untuk dapat tanah untuk bercocok tanam. Karena kebutuhan anak juga semakin banyak,” katanya.

Dari situ, Ipda. Rochmat menjelaskan bahwa bisa menanam beberapa bahan yang bisa dimakan. Seperti ketela, jagung, dan sayur-sayuran. Terakhir, Ipda. Rochmat juga menanam buah-buahan. Contohnya durian, jeruk, pisang sampai jambu.

Dia mengatakan, semua tanamannya hasilnya dijual. Ada pula yang dimakan bersama anak asuhnya untuk kudapan atau camilan saat sore hari.

“Hasil kebunnya itu kami belikan gabah. Lalu gabahnya diselep jadi beras. Untuk makan juga. Yang jelas beli gabah lebih murah dibanding beli beras,”.

Selain itu, kata dia, untuk buah-buahan yang ditanam hasilnya juga dijual di toko buah miliknya. Yang menjaga toko buah gentian, kadang dirinya, kadang anak asuh. Lagi-lagi hasilnya untuk biaya hidup.

Ipda. Rochmat mengaku jika semua usahanya selalu melibatkan anak asuhnya. Seperti bercocok tanam, pasti ada anak yang diajak. Dia tidak mau hanya sekedar mengasuh anak. Ipda. Rochmat mengatakan jika anak asuhnya harus mmepunyai ketrampilan.

Pun, siraman rohani juga selalu dilakukan. Ipda. Rochmat selalu mewajibkan anak-anaknya salat berjamaah di mushola kecil rumahnya. Setelah magrib mereka juga harus mengaji bareng. Jika dirinya sedang bertugas, ada anak asuh yang paling besar mengajar ngaji.

“Kelak jika mereka lulus dan menghadapi kehidupan yang nyata mereka kuat. Mmepunyai ketrampilan,” tambah lulusan SCAPA 2005 ini.

Rupanya, keikhlasan hati pria kelahiran 22 Juni 1977 ini pun diketahui public. Dirinya pun mulai mendapat penghargaan dari korps coklat Bhayangkara. Puncaknya, dirinya mendapat semacam jalur khusus sekolah perwira pada tahun 2017.

“Asli saya tidak pernah bermimpi bisa sekolah perwira. Apalagi saat masuk polisi pangkat saya masih Tamtama. Kan susah buat menjadi perwira,” jelasnya.

Dia pun lulus pada tahun 2018. Dirinya pun bisa kembali lagi mengabdi sesuai harapannya di Madiun. Saat ini, Ipda. Rochmat bertugas di Polres Madiun.

Tetapi kebaikan Ipda. Rochmat juga disalahgunakan oknum tertentu. Pasalnya pada 15 Oktober 2018 lalu, ada yang mengaku dari PBB dan memberikan penghargaan. Penyerahan tersebut diserahkan oleh Leodewyk Pasulatan, perwakilan yang mengaku dari PBB.

Penghargaan palsu itu terbongkar, setelah perwakilan UNICEF Pulau Jawa, Arie Rukmantara memberikan keterangan bahwa PBB tidak pernah ada acara pada tanggal 15 Oktober 2018 di Jawa Timur.

“Saya langsung ditelepon itu dari pak Arie. Tapi bagi saya tidak ada masalah. Ada ataupun tidak penghargaan saya tetap mengasuh anak-anak,” katanya.

Dirinya mengaku sudah sangat bahagia melihat anak asuh yang sudah behasil. Ia memnguraikan saat ini, sudah mempunyai 14 cucu dari anak asuhnya. Ada yang sebagai polis, pegawai bank, karyawan BUMN dan banyak lagi.

“Mereka selalu kesini untuk silaturahmi. Tetapi saya tidak memaksa. Saya bilang kepada mereka bahagian keluarga sedarah dulu baru ke bapak dan ibu alias saya dan istri saya,” pungkasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *