Kue Serabi Meski Tradisional Masih Diminati

Kue Serabi Meski Tradisional Masih Diminati

Ponorogo, warajatim.com – Ponorogo kaya akan kuliner. Sebut saja serabi yang biasa dihidangkan sebagai sarapan pagi bagi warga bumi reog. Jika bulan ramadhan tak jarang sebagai takjil berbuka puasa.

Serabi adalah kue bulat berwarna putih dengan cita rasa gurih ternyata masih banyak diminati. Meski dalam proses pembuatannya dengan cara tradisional.

Penjual serabi, Endang Papik terlihat t cekatan saat memasak kue serabi. Mulai dari mengambil adonan kue dan ditaruh di atas kereweng atau wajan dari tanah liat. Proses memasaknya pun masih menggunakan kayu bakar.

Selang beberapa saat, kue serabi pun matang. Kemudian diangkat dan disajikan lengkap dengan toping parutan kelapa.

Perpaduan rasa gurih dan asin semakin menggoyang lidah para penikmatnya. Harganya yang terjangkau membuat jajanan satu ini diminati masyarakat.

“Saya sudah menjual selama 20 tahun. Dan merupakan generasi ke lima, ” ujar penjual kue serabi, Endang Papik membuka percakapan, Sabtu (8/5/2021).

Dia mengatakan jika serabi Ponorogo lain dengan Serabi Solo atau Surabi Bandung. Karena rasanya yang gurih. Jika serabi lainnya cenderung manis dan lembek.

“Kalau serabi ini kesat, kalau serabi Solo lembek,” jelas Endang.

Saat ditanya resep, Endang menambahkan hanya memakai bahan tepung beras, kelapa parut dan garam. Serabi buatannya pun memiliki cita rasa asin dan gurih.

Dengan resep itu, dalam sehari dia mampu menghabiskan 20 liter atau sekitar 40 adonan. Untuk satu porsi serabi dibanderol Rp 5 ribu untuk 5 potong kue. Omzet per hari Endang mengaku mengantongi Rp 1,2 juta.

“Sehari bisa 1.000 potong kue terjual,” ujar Endang.

Lokasi jualan Endang berada di Kerun Ayu, Desa Ploso Jenar, Kecamatan Kauman. Disini lokasi strategis. Sebab, merupakan jalan penghubung antara jalur Ponorogo dengan Wonogiri.

Namun sejak kabar, mudik dilarang. Endang mengaku was – was. Pasalnya, momen mudik jadi satu – satunya pengharapan dia untuk meraup keuntungan.

“Biasanya banyak orang luar kota mampir kesini untuk beli oleh – oleh. Tapi sejak adanya larangan mudik, ya bisa dipastikan jualan saya tidak akan sebanyak dulu,” kata Endang.

Wanita berumur 40 tahun ini mengaku saat bulan Ramadan buka warung pada siang hari sampai maghrib. Namun jika di luar bulan puasa buka dari pagi sampai sore.

“Nah kan kalau ramadhan bisa buat takjil. Lebaram nanti saya hari raya kedua buka lagi,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *