Legenda Golan Mirah, Warga Dua Desa Ini Tak Bisa Berada di Satu Tempat

Legenda Golan Mirah, Warga Dua Desa Ini Tak Bisa Berada di Satu Tempat

Ponorogo,Warajatim.com – Di Ponorogo ada legenda Golan dan Mirah. Warga Desa Golan di Kecamatan Sukorejo dan Desa Mirah di Kecamatan Jetis dipercaya tidak bisa bersatu.

Bagaimana ceritanya?

Cerita itu Bak kisah cinta Romeo dan Juliet. Berawal Dari kisah percintaan Joko Lancur dan Siti Amirah.

Penggiat Seni di Ponorogo, Sudirman mengatakan bahwa awal mula, Joko Lancur alias Supeno seorang pemuda dari Desa Golan yang gemar sabung ayam. Suatu ketika saat sabung ayam di Desa Mirah, ayam miliknya kalah. Kemudian lari ke dapur rumah milik Siti Amirah.

“Ayam tadi oleh Siti Amirah dimandikan di sumur rumahnya, Joko Lancur yang mengikuti ayam itu pun terkesima dengan kecantikan Siti Amirah, keduanya pun jatuh cinta,” ujarnya, Senin (12/4/2021).

Dari situ, sikap Joko berubah menjadi pendiam. Serta tidak ingin keluar rumah. Ayahnya, Ki Ageng Honggolono pun menanyai perubahan sikap Joko Lancur.

“Ternyata anaknya jatuh cinta dengan anak Ki Ageng Mirah,” katanya.

Sementara itu, Ki Ageng Honggolono merupakan tokoh yang disegani, memiliki kesakitan dan beragama Hindu. Dia adalah orang kepercayaan Ki Gede Surya Ngalam atau Ki Ageng Kutu yang berseberangan dengan Ki Ageng Mirah.

Pun Ki Ageng Mirah sendiri merupakan tangan kanan Batoro Katong Raja Wengker cikal bakal Kabupaten Ponorogo dan beragama Islam.

“Ki Ageng Mirah sendiri pun mengetahui jika anaknya jatuh cinta dengan anak Ki Ageng Honggolono. Namun dia tidak berani menolak secara terang – terangan,” tambahnya.

Karena tidak ingin menolak terang-terangan, K Ageng Mirah mengajukan beberapa persyaratan. Mulai dari dalam satu malam sawah di Desa Mirah harus dialiri. Padahal waktu itu musim kemarau.

Karung berisi padi dan kedelai harus datang sendiri dari Golan ke Mirah tanpa digotong oleh manusia.

“Syarat pertama dipenuhi dengan mudah oleh Ki Ageng Honggolono yang memerintahkan buaya berjajar di tambak, makanya sekarang adanya Tambakboyo,” terang Sudirman.

Syarat kedua, kata dia, gagal. Sebenadnya padi dan kedelai pun datang sendiri juga dipenuhi. Namun sesampainya di Desa Mirah, Ki Ageng Mirah berujar jika yang datang bukanlah padi melainkan jerami sedangkan kedelai yang datang merupakan kulit kedelai.

“Dari situ Ki Ageng Honggolono emosi. Pasalnya merasa dipermalukan,” papar Sudirman.

Karena kejadian tersebut, akhirnya Siti Mirah meninggal dunia sementara Joko Lancur pun bunuh diri karena tidak kuat melihat kekasihnya mati.

Karena Joko Lancur meninggal, Ki Ageng Honggolono pun mengeluarkan sabda atau sumpah. Isinya “Wong Golan lan wong Mirah ora oleh jejodhoan. Kaping pindo,isi-isine ndonyo soko Golan kang ujude kayu, watu, banyu lan sapanunggalane ora bisa digowo menyang Mirah. Kaping telu, barang-barange wong Golan Karo Mirah ora bisa diwor dadi siji. Kaping papat, Wong Golan ora oleh gawe iyup-iyup saka kawul. Kaping limone, wong Mirah ora oleh nandur, nyimpen lan gawe panganan soko dele,”.

(Orang Golan dan orang Mirah tidak boleh berjodoh. Kedua, semua isi bumi seperti kayu, batu, air dan semua yang sama tidak bisa dibawa ke Desa Mirah. Ketiga barang-barang dari Desa Golan dan Mirah tidak biaa jadi satu. Keempat Desa Golan tidak boleh buat peneduh dari damen. Kelima warga Desa Mirah tidak boleh menanam, menyimpan dan membuat makanan dari kedelai).

Rupanya, sejarah itu diyakini masih berlaku. Sdirman menjelaskan pernah beberapa kali dirinya menemui cerita soal legenda Golan Mirah. Karena kebetulan istrinya berasal dari Desa Golan, Kecamatan Sukorejo, Ponorogo.

“Istri saya kan dari Golan, waktu itu membantu masak di rumah kakak sepupu saya. Lalu ada tamu yang berasal dari Mirah, masakan tadi tidak matang,” tegasnya.

Padahal, kata dia, sudah banyak tamu yang datang. Akhirnya tamu tadi setelah selesai dipersilakan kembali. Selepas tamu itu pergi kemudian masakan di dapur pun bisa matang dan disajikan ke tamu undangan.

Pun kejadian kedua, waktu itu motor Sekdes Golan atau Carik rusak. Kemudian dibawa ke bengkel pinggir jalan. Saat berhenti di bengkel, mekanik bengkel segera melihat kondisi motor. Namun saat dicoba berulang kali motor tidak bisa dibongkar.

“Terus diajak ngobrol ternyata Carik Golan, akhirnya mekaniknya menyerah bilang tidak bisa memperbaiki karena berasal dari Mirah,” terang Dirman.

Kejadian lain, lanjut Dirman, waktu itu istrinya bekerja sebagai perias pengantin di Desa Golan. Pengantin tersebut menikah dengan pria idamannya. Saat prosesi pernikahan berbagai ritual dilakukan. Keduanya menikah. Setelah prosesi mereka bercerai.

“Ternyata pengantin pria ada keturunan dari Mirah, keduanya harus berpisah karena taruhannya nyawa,” imbuh Dirman.

Bahkan hingga saat ini, air sungai pertemuan antara Desa Golan dan Mirah pun tidak bisa bersatu bagai air dan minyak.

“Air pertemuan dua sungai itu sampai sekarang tidak bisa menyatu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *