Fenomena Petahana Selalu Kalah Pilkada, Bukti Perlawanan Rakyat Ponorogo?

Fenomena Petahana Selalu Kalah Pilkada, Bukti Perlawanan Rakyat Ponorogo?

Ponorogo, warajatim.com – Salah satu sejarah yang terus berulang di Pilkada adalah Petahana selalu kalah saat Pilkada pemilihan langsung. Hal itu terjadi mulai tahun 2005.

Bupati Ponorogo selalu berganti kepemimpinan seiring pesta demokrasi 5 tahunan. Apakah ini fenomena khusus Ponorogo?

Pilkada 2005

Pilkada langsung pertama di Ponorogo, diikuti lima pasang calon kepala daerah. Pemilik nomor urut 01 saat itu adalah pasangan Supriyanto dan Handoko Sudrisman. Keduanya diusung partai PDI-P.

Sedangkan pasangan nomor urut 02 adalah Muhadi Suyono dan Amin yang diusung partai PKB. Pasangan nomor urut 03 adalah Yuli Nursanto dan Achmad Soenarno yang diusung partai Demokrat dan PPP. Pasangan nomor urut 04 adalah Asmuni dan Soesilo Hadi Soeprapto diusung partai Golkar.

Sementara untuk yang 05 adalah Moch. Supadjar dan Muryanto. Pasangan nomor urut terakhir ini diusung banyak partai. Yakni partai PNI Marhaenisme, PBSD, PBB, Partai Merdeka, PPDK, PPIB, PNBK, PKPI, PPDI, PPNUI, PKPB, PKS, PBR, PDS, Partai Patriot Pancasila, PSI, PPD, Partai Pelopor.

Hasil Pilkada 2005 itu, pasangan Muhadi Suyono dan Amin meraih suara terbanyak 222.647 suara atau sekitar 45,2 persen.

Saat itu yang menang pasangan 02, Muhadi Suyono dan Amin. Dia merinci, paslon 01 dapat 149.301 suara, paslon 02 mendapat 222.647, paslon 03 mendapat 27.818 suara, paslon 04 mendapat 22.127 suara, paslon 05 mendapat 69.892 suara.

“Yang menang bukan petahana. Nomor 5 itu dulunya Wabup kemudian jadi Plt Bupati. Karena Bupatinya saat itu Pak Markum jadi anggota DPR RI,” kata Divisi Teknis Penyelenggaraan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ponorogo Arwan Hamidi.

Pilkada 2010

Sementara pilkada 2010 diikuti oleh 3 paslon. Untuk nomor urut 01 dipegang oleh pasangan Muhadi Suyono dan Yusuf Pribadi (Hayu). Pasangan nomor urut 02, Amin – Yuni Widyaningsih (Ada). Kemudian pasangan nomor urut 03 Pasangan nomor urut 03, Suprianto – Nyamut Suseno (Primus).

Untuk Paslon 01 diusung partai PKB, PDI-P, PKS. Saat itu mendapat 166.870 suara atau 32,15 persen. Muhadi yang sebelumnya berhasil menjabat Bupati Ponorogo bersama pasangannya Amin berganti pasangan dengan Yusuf Pribadi.

Pasangan Ada yang diusung partai Golkar mendapat 248.651 suara atau 46,3 persen. Amin pada Pilkada 2005 menjabat sebagai wakil bupati kemudian maju Pilkada menggandeng Yuni.

Pasangan Primus yang diusung partai Demokrat dan PKPB mendapat 115.621 suara atau 21,53 persen.

“Pemenangnya saat itu paslon 02, Amin – Yuni lalu diikuti paslon 03 dan terakhir paslon 01. , ” Jelas Mamik–sapaan akrab–Arwan Hamidi.

Pilkada 2015

Hal yang sama terjadi Pilkada 2015. Untuk Pilkada 2015 diikuti oleh 4 Paslon. Saat itu yang menang adalah kuda hitam. Paslon nomor urut 04, Ipong Muchlissoni – Soedjarno.

“diusung partai Gerindra, PAN, NasDem mendapat 219.958 suara atau 39,37 persen, ” urainya.

Sementara sangat Petahana yang merupakan Paslon 02, Amin – Agus Widodo diusung partai PKB, PDI-P mendapat 123.761 suara atau 22,15 persen. Usai menjabat sebagai Bupati pada periode 2010 hingga 2015, Amin kembali maju dengan menggandeng Agus Widodo.

Pasangan 01 Sugiri Sancoko – Sukirno yang diusung partai Golkar, Demokrat, PKS, Hanura mendapat 205.587 suara atau 36,8 persen.

Paslon 03, Misranto – Isnen Supriyono melalui jalur independen mendapat 9.422 suara atau 1,69 persen.

Pilkada 2020

Terbaru, Pilkada yang baru selesai digelar pada 9 Desember 2020 lalu. Pada Pilkada kali ini diikuti oleh dua paslon. Paslon 01, Sugiri Sancoko – Lisdyarita yang diusung partai PDIP, PAN, PPP, Hanura mendapat 352.047 suara atau 61,7 persen.

Paslon 2 Ipong Muchlissoni – Bambang Tri Wahono diusung partai NasDem, PKB, Gerindra, Demokrat, Golkar dan PKS mendapat 218.073 suara atau 38,3 persen. Ipong yang merupakan petahana sempat diunggulkan karena diusung enam partai.

Lagi – lagi fakta menunjukkan fenomena petahana kembali mengalami kekalahan terulang.

“Peraih suara terbanyak paslon 01, pasangan Sugiri – Lisdyarita,” ujar mamik.

Disinggung soal petahana selalu kalah?

Mamik tidak menampik sepanjang empat kali Pilkada langsung di Ponorogo, petahana selalu kalah. Namun pihaknya tidak bisa menafsirkan kekalahan petahana, sebab KPU tidak punya tugas dan kewenangan menilai dan menafsirkan.

“Ya, biasa saja. Dalam demokrasi ada yang terpilih dan ada yang tidak. Mungkin kebetulan di Ponorogo demikian,” tandas Arwan.

Sementara, Praktisi Kebudayaan Ki Purbo Sasongko menilai karakter masyarakat Ponorogo unik. Warga termasuk suka berterus terang apa adanya, reaktif dan agresif. Dari situlah terbangun mitos baru, danyange (sesepuh) Ponorogo tidak senang dengan tingkah yang macam – macam.

“Sakcukupe wae (seperlunya saja). Danyang menurut pemahaman orang kan yang mbaurekso. Namun dalam pandangan saya Danyang adalah kristalisasi pendapat dan keinginan wong Ponorogo karena kesamaan frekuensi pemikiran. Nah sedikit kekecewaan akan langsung direaksi oleh Masyarakat dengan pemikiran agresif,” pungkas Purbo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *